Pages

Kamis, 24 Maret 2011

TULISAN 1

MASALAH POKOK PEMBANGUNAN INDONESIA

>> DUALISME KEPEMIMPINAN / PERATURAN


Dualisme
Dualisme adalah konsep filsafat yang menyatakan ada dua substansi. Dalam pandangan tentang hubungan antara jiwa dan raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas non-fisik.

Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukanya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang senima ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi.

DUALISME KEPEMIMPINAN SOEKARNO-SOEHARTO 1966-1967

Dualisme kepemimpinan Soekarno-Soeharto pada tahun 1966-1967
identik dengan adanya dua pemimpin dengan kewenangan yang sama sebagai
kepala pemerintahan yaitu Soekarno yang menjabat sebagai Presiden dan
Soeharto yang menjadi pengemban Surat Perintah 11 Maret. Meningkatnya
wewenang Pengemban SP 11 Maret inilah yang menjadi fokus utama kajian
dalam pembahasan Dualisme kepemimpinan 1966-1967 hingga berakhirnya.
Alasan peneliti mengkaji dualisme kepemimpinan antara Soekarno dan Soeharto
karena masih belum adanya penelitian terdahulu yang lebih memfokuskan pada
topik dualisme kepemimpinan secara lebih mendalam. Pentingnya penelitian ini
juga terkait dengan permainan politik yang terjadi dalam MPRS dan DPRG yang
didominasi oleh AD untuk meningkatkan wewenang Soeharto dan mengikis
kekuasaan Presiden Soekarno. Peneliti juga tertarik membahas dualisme kepe-
mimpinan, hal ini dikarenakan penulisan sejarah sebelumnya banyak didominasi
penguasa Orde Baru. Oleh sebab itu, munculnya berbagai interpretasi mengenai
tulisan sejarah saat ini diharapkan mampu memberikan keterbukaan akan inter-
pretasi baru.
Permasalahan yang peneliti kaji dalam penelitian ini ialah pertama,
bagaimanakah situasi politik Indonesia antara tahun 1957-1966 sebagai latar
belakang dualisme kepemimpinan, kedua bagaimanakah terjadinya dualisme
kepemimpinan antara Soekarno-Soeharto dan yang ketiga bagaimanakah akhir
dari dualisme kepemimpinan tersebut.
Jenis penelitian dalam kajian ini ialah penelitian sejarah dengan
menggunakan metode studi kepustakaan dan metode historis. Metode studi
kepustakaan (library research) yaitu menggali sumber data dengan merujuk dari
bahan-bahan pustaka dan referensi lain yang relevan. Metode ini dilakukan
dengan cara mengumpulkan data dari berbagai sumber pustaka yang kemudian
disajikan dengan cara baru dan atau untuk keperluan baru. Peneliti juga
menggunakan metode historis dengan tahapan penelitian sejarah.
Hasil dari penelitian ini adalah mengenai situasi politik Indonesia antara
tahun 1957-1966 yang memberikan gambaran mengenai dominasi Angkatan
Darat dalam pemerintahan. Dominasi tersebut berpengaruh pada konflik dengan
PKI karena AD merasa bahwa PKI dapat mengancam politiknya. Presiden
Soekarno juga merasa bahwa dominasi AD dapat mengancam kekuasaannya,
sehingga Presiden mendukung PKI dalam berkonflik dengan AD. Pada akhirnya,
munculnya Soeharto sebagai kekuatan baru dalam AD menjadi tokoh yang
mampu menumpas G 30 S dan menghancurkan PKI yang merupakan pendukung
politik Soekarno.
Dualisme Kepemimpinan Soekarno-Soeharto diawali dengan perbedaan
penafsiran mengenai Surat Perintah 11 Maret 1966 diantara keduanya. Soeharto
Please register PDFcamp on http://www.verypdf.com/, thank you.menganggap bahwa SP 11 Maret merupakan penyerahan kekuasaan, sedangkan
Soekarno merasa bahwa SP 11 Maret hanyalah perintah pengamanan belaka.
Tindakan Soeharto sebagai Pengemban SP 11 Maret seperti pembubaran PKI
secara de facto merupakan suatu dualisme kepemimpinan. Hal ini dikarenakan
sesuai dengan Penetapan Presiden No. 7 tahun 1959 bahwa sebenarnya Presiden
yang berwenang membubarkan partai, sedangkan isi dari SP 11 Maret sebenarnya
hanyalah merupakan perintah Presiden dan tidak menunjukkan peningkatan
wewenang Soeharto. Wewenang Soeharto sebagai Pengemban SP 11 Maret
selanjutnya meningkat setelah MPRS yang didominasi AD bersidang dan
menghasilkan Ketetapan yang menimbulkan dualisme kepemimpinan secara de
jure. Ketetapan MPRS diantaranya dalam hal pembentukan Kabinet Ampera yaitu
Presiden bersama-sama Pengemban SP 11 Maret diberi wewenang membentuk
kabinet. Kenyataannya, Soeharto yang merupakan ketua presidium kabinet
selanjutnya memimpin kabinet dan menguasai jalannya pemerintahan.
Tindakan Soeharto pada akhir masa dualisme kepemimpinan yaitu berhasil
mempersatukan politik AD dalam Doktrin Tri Ubaya Cakti dan konsep Orde
Barunya. Tindakan Soeharto selanjutnya yaitu dengan mengadili para pendukung
terdekat Soekarno mengenai keterlibatannya dalam peristiwa G 30 S/PKI. Dalam
pengadilan tersebut, Soekarno secara tidak langsung didiskreditkan mendukung G
30 S/PKI yang menyebabkan semakin berkurangnya pendukung dirinya.
Soekarno kemudian merasa terdesak dan menyerah pada keadaan yang terjadi, ia
menyerahkan kekuasaan eksekutif pada Soeharto. Akhirnya MPRS mengeluarkan
Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1966 dalam Sidang Istimewa yang
mencabut kekuasaan eksekutif dari Presiden Soekarno. Berakhirlah Dualisme
Kepemimpinan yang terjadi dengan diangkatnya Soeharto menjadi Pejabat
Presiden. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan agar sumber-sumber
primer dapat digali kembali sehingga diharapkan dapat menemukan sesuatu yang
baru mengenai Dualisme Kepemimpinan 1966-1967.
Sumber : karya-ilmiah.um.ac.id

>> PENDUDUK DAN KEMISKINAN

PENDUDUK INDONESIA

Semua orang yang mendiami wilayah Indonesia disebut penduduk Indonesia. Berdasarkan sensus penduduk yang diadakan setiap 10 tahun sekali, diperoleh data jumlah penduduk Indonesia sebagai berikut :
a. Tahun 1961 = 97,1 juta jiwa
b. Tahun 1971 = 119,2 juta jiwa
c. Tahun 1980 = 147,5 juta jiwa
d. Tahun 1990 = 179.321.641 juta jiwa
e. Tahun 2004 = 238.452 juta jiwa
Perkembangan penduduk yang begitu pesat dan tidak diikuti oleh perkembangan lapangan pekerjaannya, akan menimbulkan masalah yang serius untuk Negara tersebut. Contoh masalah yang ditimbulkan akibat pertumbuhan penduduk yang begitu tajam adalah pengganguran.
Pengganguran adalah orang yang tidak memiliki pekerjaan. Akibatnya jika pengganguran terus bertambah dan tidak segera diatasi akan banyak warga miskin.

GAMBARAN KEMISKINAN INDONESIA


Di republik yang telah merdeka lebih dari setengah abad ini, dua problem utama belum bisa dibereskan: kemiskinan dan pengangguran. Jumlah rakyat miskin per Maret 2008 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen) atau turun dari angka pada Maret 2007 sebesar 37,17 juta orang (16,58 persen) (Data Susenas BPS Maret 2008). Data ini diperoleh sebelum pemerintah menaikkan harga BBM rata-rata 28,7 persen pada Mei 2008, yang diperkirakan menambah angka kemiskinan hingga 8,5 persen.
Dalam kriteria yang lebih ketat, penduduk miskin Indonesia menurut World Bank mencapai 108.7 juta orang (49%) (Data World Bank 2006). Perbedaan jumlah ini muncul dari perbedaan alat ukur dan cara menghitung. BPS menggunakan kriteria yang lebih longgar. Menurut BPS, penduduk miskin adalah mereka yang rata-rata penghasilannya di bawah standar pemenuhan kebutuhan dasar kalori minimal 2.100 kkal (kilo kalori) atau sekitar Rp 152.847 per kapita per bulan. Sementara World Bank menggunakan standar internasional: penduduk miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran per hari sebesar US$2 atau kurang.
Angka pengangguran juga belum bisa ditekan. Menurut BPS, jumlah pengangguran terbuka per Februari 2008 mencapai 9.4 juta (8.5 persen) dari 111,46 juta angkatan kerja (Data Sakernas BPS Februari 2008). Jumlah ini lebih dua kali lipat dari penduduk Singapura yang sekitar 4 juta. Memang, dibandingkan data survei Sakernas BPS pada Februari 2007, jumlah ini turun 1,1 juta orang dari jumlah pengangguran sebelumnya yang mencapai 10.55 juta (9.75 persen). Klaim penurunan ini dipertanyakan para ahli, sebab pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bertumpu pada sektor padat karya (labour intensive) yang menyerap banyak tenaga kerja seperti pertanian dan perkebunan, tetapi memusat di sektor konsumsi, sektor nonperdagangan, dan sektor-sektor padat modal seperti telekomunikasi dan pasar modal. Klaim ini juga berasal dari definisi kerja dan pengangguran yang terlalu longgar dari BPS.
Menurut BPS, pengangguran adalah orang yang bekerja kurang dari 1 jam dalam 1 minggu. Mereka yang bekerja 1 jam atau lebih dalam 1 minggu tidak bisa digolongkan sebagai menganggur, meskipun hasil pekerjaannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Negara lain umumnya menggunakan ukuran minimal 15 jam seminggu untuk tidak dianggap sebagai menganggur. Tidak heran, menurut survei Sakernas, jumlah setengah pengangguran meningkat dari 27,9 juta pada 2004 menjadi 30,6 juta orang bulan Februari 2008. Dari klaim pertumbuhan sebesar 6,3 persen, tertinggi selama 10 tahun terakhir, penyerapan tenaga kerjanya relatif rendah. Struktur ketenagakerjaan menunjukkan sektor informal menyerap 69 persen angkatan kerja dan hanya 31 persen yang terserap di sektor formal. Dari 9,4 juta kategori pengangguran terbuka, 4,5 juta di antaranya berasal dari lulusan SMA, SMK, diploma, dan universitas. (Dari berbagai sumber).

>> IKLIM DAN GEORAFIS

Indonesia mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur. Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut membawa banyak uap air dan hujan di kawasan Indonesia; dari Juni hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara kering, membawa sedikit uap air. Suhu udara di dataran rendah Indonesia berkisar antara 23 derajat Celsius sampai 28 derajat Celsius sepanjang tahun.
Namun suhu juga sangat bevariasi; dari rata-rata mendekati 40 derajat Celsius pada musim kemarau di lembah Palu - Sulawesi dan di pulau Timor sampai di bawah 0 derajat Celsius di Pegunungan Jayawijaya - Irian. Terdapat salju abadi di puncak-puncak pegunungan di Irian: Puncak Trikora (Mt. Wilhelmina - 4730 m) dan Puncak Jaya (Mt. Carstenz, 5030 m).
Ada 2 musim di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau, pada beberapa tempat dikenal musim pancaroba, yaitu musim diantara perubahan kedua musim tersebut.
Curah hujan di Indonesia rata-rata 1.600 milimeter setahun, namun juga sangat bervariasi; dari lebih dari 7000 milimeter setahun sampai sekitar 500 milimeter setahun di daerah Palu dan Timor. Daerah yang curah hujannya rata-rata tinggi sepanjang tahun adalah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, sebagian Jawa barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan delta Mamberamo di Irian.
Setiap 3 sampai 5 tahun sekali sering terjadi El-Nino yaitu gejala penyimpangan cuaca yang menyebabkan musim kering yang panjang dan musim hujan yang singkat. Setelah El Nino biasanya diikuti oleh La Nina yang berakibat musim hujan yang lebat dan lebih panjang dari biasanya. Kekuatan El Nino berbeda-beda tergantung dari berbagai macam faktor, antara lain indeks Osilasi selatan atau Southern Oscillation.
Sumber : Wikipedia

>> PEMERATAAN PEMBANGUNAN

Negara Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terbesar di dunia dengan ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, posisnya yang berada pada garis khatulistiwa yang diapit oleh dua benua dan dua samudra membuat Negara ini sangat strategis. Secara umum Indonesia dibagi menjadi dua wilayah besar yaitu Wilayah Indonesia Bagian Barat dan Wilayah Indonesia Bagian Timur.
Namun luasnya daerah serta kondisi wilayah yang berpulau-pulau tersebut juga memberikan dampak negative terhadap pembangunan di wilayah Indonesia, tidak meratanya pembangunan menciptakan kesenjangan antara daerah Barat dan Timur sehingga terkesan adanya sikap diskriminatif terhadap daerah di kawasan timur. Kecenderungan “jawasentris” ini sangat berdampak pada kestabilan keamanan serta politik di Negara ini.
Pemerataan hasil pembangunan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Ketidakmerataan juga menjadi masalah dunia. Menurut data World Development Report 2006, 15,7% penduduk Indonesia pada tahun 1996 berada di bawah garis kemiskinan. Jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan meningkat menjadi 27,1 % pada tahun 1999. Gini Index untuk pemerataan penghasilan Indonesia adalah 0,34, hal ini menunjukkan adanya ketidakmerataan penghasilan yang cukup besar di Indonesia. Gini index merupakan ukuran tingkat penyimpangan distribusi penghasilan, Gini index diukur dengan menghitung area antara kurva Lorenz dengan garis hipotesis pemerataan absolut. Gini Index untuk pemerataan kepemilikan tanah di Indonesia mencapai 0,46, nilai ini menunjukkan adanya ketidakmerataan kepemilikan tanah yang cukup besar.
Upaya-upaya peningkatan pemerataan pembangunan di Indonesia bag. Timur diantaranya adalah:
Mega Proyek Indonesia (proyek-proyek besar yang akan meningkatkan nama Indonesia di mata dunia)

- Sundial (Jam Matahari) Pontianak, Indonesia akan memiliki sundial atau jam matahari tertinggi di dunia jika sundial Pontianak jadi dibangun. Dari semua kota yang dilewati garis Khatulistiwa, hanya ada satu kota di dunia ini yang dibelah atau dilintasi secara persis oleh garis Khatulistiwa, yaitu Kota Pontianak . Pembangunan sundial di lokasi sekitar Tugu Khatulistiwa Pontianak diperkirakan menghabiskan biaya sebesar Rp76,6 miliar dengan lahan seluas 44,1 meter. Rencananya tugu tersebut akan dibangun dengan tinggi 71 meter, sehingga akan menjadikan Tugu Khatulistiwa sebagai sundial tertinggi di dunia. Pada lahan di sekitar sundial tugu akan dibangun sundial berukuran kecil sebanyak 17 buah. Angka 17 dan 71 diambil dari angka kelahiran Kota Pontianak . Untuk memperkuat ikon Pontianak sebagai Kota Khatulistiwa juga akan dibangun Twin Solar Telescope, Museum Galeri, Science Centre, kawasan komersial, Amphiteater, dan Convention di kawasan tugu tersebut.

- Biak Space Port, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) akan mendirikan “space port” atau lokasi peluncuran roket pendorong satelit di Pulau Biak, Papua. Pulau Biak merupakan lokasi yang sangat strategis untuk penerbangan ke angkasa luar karena posisinya sangat dekat dengan garis katulistiwa. Pulau Biak berhadapan langsung dengan samudera luas sehingga proses peluncuran roket yang akan dilakukan diperkirakan tidak akan mengganggu negara lain. Jika roket pendorong satelit itu diluncurkan, serpihan atau benda-benda yang jatuh dari dari proses peluncuran itu akan jatuh ke laut, tidak mengenai negara lain, termasuk wilayah Indonesia . Selain itu, Pulau Biak juga terletak di di area ekuatorial (Posisinya hanya dua derajat dari garis katulistiwa) sehingga dorongan roket peluncur satelit lebih kuat dan mampu mengantar alat pemantauan di angkasa ke antariksa.

-Terusan Sulawesi, Pada Musyawarah Sulawesi IV Enam gubernur se-Sulawesi menggagas pembangunan “Terusan Khatulistiwa” yang memotong leher Pulau Sulawesi. Kelak Pulau Sulawesi bakal terbagi dua, karena dipisahkan oleh laut di terusan yang akan diberi nama Terusan Khatulistiwa. Jika rencana tersebut benar-benar direalisasikan, maka terusan ini akan menjadi terusan ketiga di dunia, sebab saat ini baru ada dua terusan, yakni Terusan Suez di Mesir dan Terusan Panama di Amerika Tengah. Terusan Khatulistiwa ini bisa menjadi jalur laut internasional yang ramai dan akan memperpendek jarak transportasi laut dari wilayah timur Pulau Sulawesi menuju wilayah barat Indonesia, serta ke Filipina dan Malaysia .
Itu merupakan beberapa mega proyek di Indonesia disamping proyek-proyek lainnya yang akan menjadikan Indonesia sebagai negara maju di masa depan. Mega-mega proyek tesebut kelak akan menjadi kebanggaan besar bagi bangsa Indonesia . Dari keseluruhan proyek di atas yang tersebar di hampir seluruh bagian dari NKRI dari barat sampai ke timur dapat dilihat bahwa pemerataan pembangunan di negara kita sudah mulai serius dijalankan oleh pemerintah. Giliran kita mengambil bagian untuk ikut serta memajukan negara Indonesia tercinta ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar